Gedung - Gedung Teater Di Jakarta
Halooo!! Kali ini saya
akan mendeskripsikan beberapa gedung teater yang wajib teman-teman kunjungi di
daerah Jakarta. Langsung saja simak artikel di bawah ini.
1.
Taman
Ismail Marzuki – Jl. Cikini No. 73, Jakarta Pusat.
Digagas pembangunannya oleh Ali Sadikin yang kala itu tengah
menjabat sebagai Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, TIM mulai
beroperasi sebagai pusat kesenian pada 10 November 1968. Ali Sadikin saat itu
gundah melihat perpecahan yang lazim terjadi karena perbedaan pandangan politik
di kalangan seniman. Maka TIM dimaksudkannya sebagai sebuah melting pot bagi
para seniman dari berbagai disiplin seni untuk berekspresi dan berkarya. Hingga
hari ini, TIM masih menjadi pusat kesenian penting di Jakarta. Memiliki tiga
gedung pertunjukan, yakni Graha Bhakti Budaya, Teater Jakarta dan Teater Kecil,
TIM juga memiliki ruang pamer untuk seniman senirupa Galeri Cipta 1 dan 2. Di
area Institut Kesenian Jakarta yang bersambung dan berada di bagian belakang
TIM, juga terdapat satu gedung pertunjukan, Teater Luwes yang selain digunakan
untuk pertunjukan karya mahasiswa IKJ juga sering digunakan untuk pertunjukan
seniman di luar IKJ.
2.
Gedung
Kesenian Jakarta – Jl. Gedung Kesenian No. 1, Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Bangunan putih berdesain neo renaissance ini berdiri pada 1814.
Digagas pendiriannya oleh gubernur Belanda Daendles, gedung ini baru
benar-benar berdiri pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Inggris, Thomas
Stamford Raffles. Sejarah panjang menyertai gedung yang tak selalu berfungsi
sebagai gedung pertunjukan ini. Banyak peristiwa penting dalam sejarah
Indonesia yang terjadi di GKJ. Misalnya kongres Pemuda pertama pada 1926 atau
peresmian Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) oleh Presiden Sukarno. Pernah
pula ia digunakan sebagai kampus, dan bioskop sebelum akhirnya kembali ke
fungsi awalnya sebagai gedung kesenian pada 1984.
3.
Teater
Salihara – Jl. Salihara No. 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Berdiri di salah satu sudut kompleks Komunitas Salihara, sebuah pusat seni independen yang mulai dibuka pada 8 Agustus 2008 ini, Teater Salihara menjadi tempat pertunjukan bagi banyak seniman baik individual mau pun kelompok dari Indonesia mau pun mancanegara. Mulai dibuka pada 8 Agustus 2008, ruang pertunjukan yang dirancang oleh arsitek Adi Purnomo ini bisa menampung sekitar 270 penonton.
Berdiri di salah satu sudut kompleks Komunitas Salihara, sebuah pusat seni independen yang mulai dibuka pada 8 Agustus 2008 ini, Teater Salihara menjadi tempat pertunjukan bagi banyak seniman baik individual mau pun kelompok dari Indonesia mau pun mancanegara. Mulai dibuka pada 8 Agustus 2008, ruang pertunjukan yang dirancang oleh arsitek Adi Purnomo ini bisa menampung sekitar 270 penonton.
4.
Ciputra Artpreneur Theatre – Jl. Prof. Dr.
Satrio Kav 3 – 5, Ciputra World Lt. 11, Jakarta Selatan
Dibandingkan dengan gedung pertunjukan lain yang ada di Jakarta,
Ciputra Artpreneur Theatre ini masih terbilang yang paling muda usianya. Dibuka
pada 2014, teater ini bisa menampung hingga 1200 penonton. Kendati terbilang baru,
teater ini segera saja menjadi destinasi pertunjukan yang ramai dikunjungi
pencinta seni karena pertunjukan musikal klasik seperti Beauty and The Beast
dan Sound of Music.
5.
Goethe
Institute – Jl. Sam Ratulangi No.9-15, Jakarta Pusat
Pusat Kebudayaan Jerman di Jakarta, Goethe Institute memiliki sebuah ruang pertunjukan yang kerap menggelar berbagai pertunjukan mulai dari musik, tari, teater hingga pembacaan sastra, dan pemutaran film. Tak hanya menampilkan karya seniman-seniman Jerman, Goethe Institute juga memberi kesempatan bagi para seniman Indonesia dan Negara-negara lain untuk menampilkan karyanya di sana. Aktivitas pertunjukan dan seni lain yang terbilang tinggi, membuat
Pusat Kebudayaan Jerman di Jakarta, Goethe Institute memiliki sebuah ruang pertunjukan yang kerap menggelar berbagai pertunjukan mulai dari musik, tari, teater hingga pembacaan sastra, dan pemutaran film. Tak hanya menampilkan karya seniman-seniman Jerman, Goethe Institute juga memberi kesempatan bagi para seniman Indonesia dan Negara-negara lain untuk menampilkan karyanya di sana. Aktivitas pertunjukan dan seni lain yang terbilang tinggi, membuat
6.
Erasmus
Huis – Jl. H. R. Rasuna Said Blok C No. 3, Jakarta Selatan
Menjadi satu-satunya pusat kebudayaan yang dimiliki Kedutaan Besar Belanda di dunia, Erasmus Huis Jakarta memiliki program pertunjukan yang cukup variatif. Sama seperti Goethe Institute dan pusat kebudayaan Negara lain, Erasmus Huis juga banyak menggelar pertunjukan seniman-seniman asal Belanda di samping pertunjukan seniman-seniman Indonesia dan Negara lainnya.
Menjadi satu-satunya pusat kebudayaan yang dimiliki Kedutaan Besar Belanda di dunia, Erasmus Huis Jakarta memiliki program pertunjukan yang cukup variatif. Sama seperti Goethe Institute dan pusat kebudayaan Negara lain, Erasmus Huis juga banyak menggelar pertunjukan seniman-seniman asal Belanda di samping pertunjukan seniman-seniman Indonesia dan Negara lainnya.
7.
Wayang
Orang Barata – Jl. Kalilio No. 15, Senen, Jakarta Pusat
Kelompok wayang orang yang mulai terbentuk pada 1963 ini awalnya bernama pancamurti, digagas oleh seniman wayang bernama Suyono. Mereka menampati gedung milik pemerintah DKI Jakarta yang pada 1971 sempat diminta kembali sehingga kelompok Pancamurti ini terpecah. Sebagian menetap di gedung tersebut dan membentuk perkumpulan wayang orang yang diberi nama Bharata dan sempat mengalami masa jaya karena minat masyarakat pada wayang orang masih cukup tinggi. Mereka bahkan pernah berpentas sampai ke beberapa Negara seperti Turki, Jerman dan Belanda. Gedung yang sekarang berdiri merupakan hasil renovasi yang dilakukan pada 1999 hingga 2004. Hingga saat ini, pementasan wayang orang dilakukan secara rutin setiap Sabtu malam. Minat masyarakat kembali meningkat membuat gedung itu cukup ramai dikunjungi tiap kali pertunjukan digelar saban akhir pekan.
Kelompok wayang orang yang mulai terbentuk pada 1963 ini awalnya bernama pancamurti, digagas oleh seniman wayang bernama Suyono. Mereka menampati gedung milik pemerintah DKI Jakarta yang pada 1971 sempat diminta kembali sehingga kelompok Pancamurti ini terpecah. Sebagian menetap di gedung tersebut dan membentuk perkumpulan wayang orang yang diberi nama Bharata dan sempat mengalami masa jaya karena minat masyarakat pada wayang orang masih cukup tinggi. Mereka bahkan pernah berpentas sampai ke beberapa Negara seperti Turki, Jerman dan Belanda. Gedung yang sekarang berdiri merupakan hasil renovasi yang dilakukan pada 1999 hingga 2004. Hingga saat ini, pementasan wayang orang dilakukan secara rutin setiap Sabtu malam. Minat masyarakat kembali meningkat membuat gedung itu cukup ramai dikunjungi tiap kali pertunjukan digelar saban akhir pekan.
8.
IFI
Jakarta – Jl. M. H. Thamrin No. 20, Menteng, Jakarta Pusat
Gedung pusat kebudayaan milik Institut Francais d’Indonesie (IFI) atau Institut Perancis di Indonesia ini masih terbilang baru beroperasi dan dilengkapi sebuah ruang pertunjukan yang cukup representatif. IFI dulunya bernama Centre Culturel Francais (CCF). Seperti pusat kebudayaan lain, ruang pertunjukan IFI juga kerap menampilkan karya-karya seniman perancis, disamping mendukung sepenuhnya seniman Indonesia dengan menyediakan ruang selebarnya bagi seniman yang ingin melakukan pertunjukan. Komposer Ananda Sukarlan, dan band indie Bangkutaman, adalah dua dari banyak musisi dan seniman Indonesia yang pernah tampil di IFI. Selain di Jakarta, IFI juga ada di Bandung, Yogyakarta dan Surabaya yang juga memiliki auditorium yang bisa dipakai sebagai ruang pertunjukan.
Gedung pusat kebudayaan milik Institut Francais d’Indonesie (IFI) atau Institut Perancis di Indonesia ini masih terbilang baru beroperasi dan dilengkapi sebuah ruang pertunjukan yang cukup representatif. IFI dulunya bernama Centre Culturel Francais (CCF). Seperti pusat kebudayaan lain, ruang pertunjukan IFI juga kerap menampilkan karya-karya seniman perancis, disamping mendukung sepenuhnya seniman Indonesia dengan menyediakan ruang selebarnya bagi seniman yang ingin melakukan pertunjukan. Komposer Ananda Sukarlan, dan band indie Bangkutaman, adalah dua dari banyak musisi dan seniman Indonesia yang pernah tampil di IFI. Selain di Jakarta, IFI juga ada di Bandung, Yogyakarta dan Surabaya yang juga memiliki auditorium yang bisa dipakai sebagai ruang pertunjukan.
9.
Miss
Tjitjih – Jl. Kabel Pendek, Cempaka Baru, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Meski tak lagi rutin menggelar pertunjukan, keberadaan gedung pertunjukan Miss Tjitjih tak bisa dinafikkan dalam peta pertunjukan Indonesia, khususnya Jakarta. Di gedung yang berada di tengah permukiman di daerah Cempaka Baru itu, tersimpan sepenggal kisah perjalanan kelompok Sandiwara Sunda yang sudah mulai berkeliling menghibur pencintanya sejak 1928. Nama Miss Tjitjih diambil dari nama bintang panggung kelompok sandiwara itu.
Meski tak lagi rutin menggelar pertunjukan, keberadaan gedung pertunjukan Miss Tjitjih tak bisa dinafikkan dalam peta pertunjukan Indonesia, khususnya Jakarta. Di gedung yang berada di tengah permukiman di daerah Cempaka Baru itu, tersimpan sepenggal kisah perjalanan kelompok Sandiwara Sunda yang sudah mulai berkeliling menghibur pencintanya sejak 1928. Nama Miss Tjitjih diambil dari nama bintang panggung kelompok sandiwara itu.
10.
Balai Resital Kertanegara – Jl. Kertanegara
No. 28, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Gedung yang dibangun di sebuah rumah di jalan Kertanegara
Kebayoran lama ini, mulanya adalah tempat latihan Batavia Madrigal Singers dan
Jakarta Chamber Orchestra yang dipimpin konduktor Avip Priatna. Dalam sebuah
perbincangan, Giok Hartono, salah satu pengampu kelompok paduan suara tersebut,
pernah bercerita bahwa keputusan membuat Balai Resital Kertanegara itu karena
kadang mereka sering kesulitan mendapatkan gedung pertunjukan untuk konser atau
resital. “Akhirnya kami putuskan untuk membuat sebuah ruang yang memadai untuk
menggelar konser.” Meski masih berusia muda, ruang pertunjukan ini cukup aktif
menggelar berbagai konser dan resital music.
11.
Bentara
Budaya Jakarta – Jl. Palmerah Selatan No. 17, Jakarta Pusat
Berbentuk rumah Kudus, Bentara Budaya Jakarta (BBJ) merupakan ruang seni kedua yang dibuat oleh Kelompok Kompas Gramedia (KKG) setelah Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) yang didirikan pada 26 September 1982. Tahun 2010, Bentara Budaya Bali (BBB) dibuka. Di ketiga tempat ini, ruang pamer utama bisa disulap menjadi auditorium di mana berbagai pertunjukan baik teater, tari, musik dan sebagainya kerap digelar.
Berbentuk rumah Kudus, Bentara Budaya Jakarta (BBJ) merupakan ruang seni kedua yang dibuat oleh Kelompok Kompas Gramedia (KKG) setelah Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) yang didirikan pada 26 September 1982. Tahun 2010, Bentara Budaya Bali (BBB) dibuka. Di ketiga tempat ini, ruang pamer utama bisa disulap menjadi auditorium di mana berbagai pertunjukan baik teater, tari, musik dan sebagainya kerap digelar.
12.
Aula
Simfonia – Jl. Industri Blok 14 Kav. 1, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Dibuka pada 2009, Aula Simfonia dibangun untuk menjawab kebutuhan akan adanya concert hall yang layak yang awalnya dimaksudkan untuk konser-konser keagamaan. Dalam perjalanannya, berbagai konser umum juga digelar oleh kelompok-kelompok orchestra dari dalam dan luar negeri. Memiliki kapasitas 1200 tempat duduk, saat ini Aula Simfonia yang secara aktif menggelar berbagai konser music klasik ini telah menjadi salah satu destinasi penting bagi para pencinta music klasik.
Dibuka pada 2009, Aula Simfonia dibangun untuk menjawab kebutuhan akan adanya concert hall yang layak yang awalnya dimaksudkan untuk konser-konser keagamaan. Dalam perjalanannya, berbagai konser umum juga digelar oleh kelompok-kelompok orchestra dari dalam dan luar negeri. Memiliki kapasitas 1200 tempat duduk, saat ini Aula Simfonia yang secara aktif menggelar berbagai konser music klasik ini telah menjadi salah satu destinasi penting bagi para pencinta music klasik.
13.
Usmar
Ismail Hall – Jl. H. R. Rasuna Said Kav. C 22, Kuningan, Jakarta Selatan
Usmar Ismail Hall adalah sebuah ruang pertunjukan yang menjadi
bagian dari Pusat Perfilman Usmar Ismail yang bisa menampung sekitar 430
penonton. Selain pemutaran film yang memang menjadi fungsi utama ruangan ini,
resital music dan pertunjukan paduan suara, teater atau pembacaan sastra juga
kerap digelar di sini.
14.
Teater
Utan Kayu – Jl. Utan Kayu
Merupakan bagian dari Komunitas Utan Kayu yang digagas Goenawan
Mohamad bersama Aristides Katoppo, Mochtar Pabottinggi, Mara Mohamad Sunjaya,
Ashadi Siregar dan beberapa aktivis pers lain, Teater Utan Kayu didirikan pada
Agustus 1997 dengan ruangan berkapasitas 150 penonton. TUK menekankan
perkembangan seni pertunjukan yang tidak komersial.
15.
Auditorium
Galeri Indonesia Kaya – Grand Indonesia West Mall Lt. 8
Berada di pusat perbelanjaan besar di Jakarta, Galeri Indonesia
Kaya (GIK) yang dibuka pada 2013 berhasil memberi akses bagi masyarakat urban
untuk berkenalan dengan berbagai macam seni pertunjukan. Di Auditorium yang
berkapasitas 150, berbagai program pertunjukan seni dari yang popular hingga
seni tinggi digelar secara rutin. Martinus Miroto, Bulan Trisna Djelantik,
Didik Nini Thowok, juga Sapardi Djoko Damono adalah beberapa seniman tari dan
sastrawan yang pernah tampil di GIK.
16. Italian
Cultural Institute/Istituto Italiano di Cultura – Jl. HOS Cokroaminoto No. 117
Menteng, Jakarta Pusat
Di rumah yang disulap menjadi pusat kebudayaan yang berada di
sebuah sudut jalan HOS Cokroaminoto ini terdapat sebuah ruangan yang biasa
menjadi ruang pamer dan aula pertunjukan, kebanyakan recital music atau
pembacaan sastra.
EmoticonEmoticon